Walhi Sumut Gugat Izin Lingkungan Proyek PLTA Batang Toru

Share this:
Dok Walhi for BMG
Aktivis Walhi saat menggelar aksi sekaligus mendaftarkan gugatan atas izin lingkungan PLTA Batang Toru di PTUN Medan, Rabu (8/8/2018).

Pembangunannya meliputi tiga kecamatan di Tapanuli Selatan, yaitu Sipirok, Marancar dan Batang Toru. Sejak dicanangkan pada tahun 2016, pembangunan PLTA ini ditarget selesai dan beroperasi pada 2021 mendatang.

“Sebenarnya klaim kapasitas 510 MW merupakan suatu tanda tanya karena kapasitas itu hanya tercapai selama 6 jam setiap hari. Proyek ini didesain untuk menyuplai listrik pada saat beban tinggi dari pukul 18.00 hingga 24.00 WIB. Maka, aliran sungai akan disimpan selama 18 jam kemudian dilepaskan untuk menghasilkan listrik selama 6 jam. Bayangkan, sungai menjadi kering selama 18 jam dan banjir selama 6 jam,” ujar Dana.

Batang Toru terletak di pinggir Sesar Besar Sumatera (Great Sumatran Fault) dan di salah satu lokasi di daratan Sumatera yang paling rawan gempa bumi. Pemecahan bendungan akibat gempa bisa berakibat fatal bagi masyarakat yang tinggal di hilir.

“Proyek PLTA ini juga akan sangat berdampak sosial dan ekonomi kepada masyarakat yang tinggal di wilayah hilir bendungan, sawah yang dipinggir sungai tidak akan bisa digarap lagi. Masyarakat yang selama ini mengelola hutan dan DAS secara lestari sebagai sumber penghidupan mau beralih ke mana,” kata Dana.

(Baca: Walhi dan Masyarakat Sipirok Tolak Pembangunan PLTA Batangtoru oleh PT NSHE)

Salah satu tim kuasa hukum WALHI Sumut Surya Adinata mengatakan, izin lingkungan PT NSHE bertentangan dengan Undang-Undang tentang penerbitan izin lingkungan, asas-asas pemerintahan yang baik dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup serta peraturan-peraturan lainnya.

(Baca: WALHI Menolak Proyek PLTA Batangtoru NSHE)

“Terdapat potensi kerusakan lingkungan, konflik masyarakat, dan risiko punahnya orang utan akibat kehilangan dan fragmentasi habitat. Proyek ini lebih banyak memberikan dampak buruk bagi lingkungan serta masyarakat serta bertentangan dengan aturan perundang-undangan,” pungkasnya.

Share this: