MEDAN, BETENGTAPANULI.com – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumut menghentikan penanganan dugaan pelanggaran Pilkada Taput karena tidak memenuhi unsur, terkait laporan dari tim paslon nomor urut 2 Jonius Taripar Parsaoran Hutabarat dan Frengky Pardamean Simanjutak (JTP-Frends).
Diketahui, ada empat laporan yang masuk DNA teregistrasi di Bawaslu Sumut. Keempatnya mengenai dugaan pelanggaran pemilihan oleh pihak paslon nomor urut 1 Nikson Nababan.
Penghentian itu pun dilakukan karena berdasarkan kajian, unsur dugaan dimaksud tidak terpenuhi.
“Pada intinya telah dihentikan karena tidak memenuhi unsur,” kata Kasubbag Hukum Bawaslu Sumut Fery Afriansyah Pohan, Jumat (13/7/2018).
Fery mengungkapkan, kajian atas laporan itu telah selesai terhitung sejak 10 Juli 2018, dengan status bahwa laporan tersebut dihentikan. Dan seyogyanya, diumumkan dalam form A13 di Kantor Bawaslu Sumut pada keesokan harinya. Namun, ada kendala teknis sehingga belum sempat diumumkan sampai hari ini.
Laporan dugaan pelanggaran oleh calon petahana ini dilaporkan oleh Tim Kuasa Hukum paslon nomor urut 2 JTP-Frends Lambas Tony Pasaribu ke Panwaslih Taput. Namun Bawaslu Sumut kemudian mengambil alih penanganan laporan tersebut.
Lambas Toni Pakpahan selaku kuasa hukum JTP-Frends mempertanyakan transparansi Bawaslu Sumut soal penanganan pelanggaran yang dilaporkan mereka. “Kalau memang sudah diputuskan, kenapa mereka tidak umumkan itu?” kata Lambas.
Dikatakan bahwa tim Paslon nomor urut 2 dan juga masyarakat Taput sangat berkepentingan untuk mengetahui hasil penanganan pelanggaran di Bawaslu Sumut. Kata dia, ada puluhan masyarakat Taput yang masih bertahan di Bawaslu Sumut menunggu pengumuman resmi Bawaslu Sumut.
“Tapi sampai sekarang belum diumumkan. Sebetulnya, kalau sudah diumumkan kan bisa kami jadikan bukti untuk menggugat keputusan itu apakah ke Bawaslu RI atau ke PTTUN dan sebagainya,” jelasnya.
Memang di Bawaslu Sumut ada sekitar 20 orang masyarakat Taput yang didampingi tim Paslon nomor urut 2 yang bertahan di Bawaslu Sumut.
Tulus Nababan, salah seorang anggota tim pemenangan JTP-Frends yang ditemui di Bawaslu Sumut menyebutkan, ada empat dugaan pelanggaran oleh Nikson Nababan sebagai calon petahana yang mereka laporkan ke Panwaslih Taput. Laporan itu kemudian diambil-alih oleh Bawaslu Sumut.
Ia merinci, laporan pertama adalah soal dugaan penggunaaan fasilitas negara yakni rumah dinas yang digunakan Nikson untuk menggelar syukuran di masa tenang. Acara itu juga dihadiri oleh Sarlandy Hutabarat.
Laporan kedua, pada 25 Juni atau dua hari sebelum pemungutan, Nikson membagikan beasiswa sebesar Rp300 ribu kepada 4652 siswa SD se-Kabupaten Taput dan pembagian beasiswa sebesar Rp1.300.000 kepada 738 siswa-siswi SMP.
“Beasiswa yang diserahkan itu berupa uang tunai. Ini tidak pernah dilakukan bupati sebelumnya karena biasanya beasiswa diserahkan via rekening,” jelasnya.
Selain itu, satu hal yang memberatkan menurut mereka adalah waktu penyerahan beasiswa itu. Seharusnya itu tidak dilakukan selaku paslon pada masa tenang, sebab itu merupakan pelanggaran.
“Penetapan pemberian beasiswa itu ditandatangani pada 14 Februari lalu, tapi baru diserahkan pada 25 Juni atau di masa tenang pemilihan,” tegasnya.
Pada masa tenang itu, satu Paslon telah membagikan santunan kepada anggota Korpri yang telah pensiun dan pemberian santunan kepada ahli waris yang telah meninggal sebanyak 43 orang. Termasuk juga membagikan bibit jagung kepada petani di Taput, sekaligus pemberian akte kepada banyak gabungan kelompok tani (Gapoktan).
Rangkaian peristiwa ini yang menurut mereka sebagai dugaan tindakan money politis demi mempengaruhi pemilih jelang hari pemungutan yang jelas-jelas dilarang ketentuan.